Jayapura City

Asal Usul Sentani

Disclaimer: Artikel ini ditulis oleh Y. Sokoy diterbitkan oleh Tabloid Tifa Irian edisi 20 Februari 1980. Di REPOST dengan judul yang sama sebagai sebuah kekayaan literasi/ referensi kita bersama.

Tifa Irian, 20 Februari 1980

Sentani kolam gabus indah permai

Enggan ditinggalkan tanpa desakan

Naungan Dobonsolo pemberi kelimpahan

Tanjung, selat, pulau dan teluk memancarkan senyuman

Alam sekitar subur tanahnya

Nikmati keindahan alam panorama mempesonakan

Induk semang sedang menyusui anak – anaknya.

— 

Dimana – mana di seluruh dunia terdapat pujanga – pujangga. Di daerah Sentani pun terdapat pujangga – pujangga. Sesuatu peristiwa bersejarah, entah baik entah buruk dirangkaikannya dalam kalimat – kalimat syair. Bahkan romantika hidup, seperti misalnya percintaan dan perang tak luput dari sasaran inspirasinya. Umumnya syair – syair itu digubah dalam bentuk puisi dengan suatu tata bahasa khusus dan dilagukan sebagai suatu pantun. Lagu – lagu ini kemudian digunakan pada acara – acara tarian adat. Diantaranya yang paling populer di daerah Sentani disebut Ahabla. Sering juga dinamakan Akokoi atau Sandei.

Gambar Udara Bandara Sentani 13 Januari 1961 (Foto: Istimewa)

***

Di masa lampau, sebagaimana Suku – suku Irian lainnya, suku Sentani juga mengadakan pesta adat. Pesta adat ini lazimnya disertai dengan tarian adat. Pesta adat ini sebagian besar diadakan pada siang hari. Sering terjadi bahwa suatu kampung mengundang penduduk kampung lainnya untuk memeriahkan pesta adat yang diselenggarakannya. Undangan selalu disertai permintaan untuk menyuguhkan tarian adat Ahabla, Akokoi atau Sandei tadi. Mengapa dipilihnya tarian adat jenis ini, karena tarian adat ini dilagukan dalam bahasa daerah sendiri, sehingga dapat dimengerti dengan mudah oleh setiap pendengar/ penontonnya.

***

Orang Papua dari desa Ifaar dekat Danau Sentani berdandan untuk tarian perang seremonial dalam perayaan Tahun Baru, ada yang memakai kacamata hitam dan ada yang memakai topi perang. Januari 1946 (Foto: Istimewa)

Sekitar tahun 1900 dan tahun – tahun sebelum abad 20, para pemburu burung kuning,pedagang asing dan perintis Verenigde Oost Indische Company (VOC) datang ke daerah Numbay (Hollandia). Mula – mula mereka mendirikan bivak di Pulau Debi. (Para pembaca mungkin belum tahu dimana letak Pulau Debi? Letaknya didepan Kampung Enggros, tersembunyi di Teluk Yotefa). Dari sana para pemburu, pedagang dan perintis VOC itu melanjutkan penjelajahannya/ petualangannya ke sebelah barat atau selatan.

Dalam penjelajahannya itu mereka tentu saja menggunakan beberapa orang laki – laki dewasa penduduk pribumi dari kampung terdekat di Teluk Yotefa sebagai tenaga pembantu, penunjuk jalan dan pemikul barang. Karena ketika itu penduduk pribumi itu belum tahu bahasa asing, maka setia bentuk komunikasi pasti dilakukan dengan bahasa Tarzan atau isyarat.

Dalam penjelajahannya itu suatu waktu mereka tiba pada sebuah danau yang cukup besar. Penduduk asli yang bermukim di sekitar danau itu menyebutnya Puyaka atau Puyakala yang berarti air terbuka (pu = air dan yaka/yakala = terbuka). Danau ini terletak kurang lebih 2 kilometer disebelah barat laut Teluk Yotefa.

Tentu timbul rasa ingin tahu dikalangan orang asing itu terhadap nama dan danau besar lagi indah itu.

Konon tarian Sandei juga sangat dikenal dan digemari dikalangan penduduk asli Teluk Yotefa. Namun karena pengaruh dialek, Sandei dilidah mereka diucapkan sebagai Santaii.

Ditangkap dengan telinga asing dan diucap dengan lidah asing pula, maka Santaii berobah lagi menjadi Sentani. Namun ini dicatatnya dalam laporan hariannya. Semakin banyak orang membaca laporan harian ini, maka semakin banyak pula orang yang menggunakan nama Sentani.

Akhirnya Pemerintah Hindia Belanda, dalam hal ini VOC menggunakan nama Sentani sebagai nama resmi danau ini. Nama ini kemudian diabadikan dalam peta.

Demikianlah kisah sebuah danau memperoleh namanya, yang sebenarnya adalah nama tarian adat masyarakat Suku Sentani yang hingga kini masih terus populer. (Tifa Irian, 20 Februari 1980)***

Foto Landscape Sentani, Tahun 1960 (Foto: Istimewa)

Kategori:Jayapura City

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.