Lokop ane dimainkan dengan cara ditiup. Permainan bunyi dari satu ruas lokop menghasilkan bunyi yang sangat merdu, irama musik tradisional yang sangat khas.

Penulis: Miki Wuka| Lembah Baliem, Wamena, Jayawijaya bukan hanya terkenal karena keindahan alamnya, namun juga keunikan tradisinya yang tersimpan dalam perkampungan asli Suku Hubula.
Osilimo* atau rumah tradisional yang dibangun warga di lembah, lereng – lereng perbukitan dan di balik gunung, menyimpan sejuta cerita tentang kehidupan di dalamnya.
Ada banyak kenangan indah disana, kenangan masa kecil saya saat bermain bersama dengan saudara dan teman – teman masa kecilku. Ketika berada di kebun bersama anak – anak lain, ada satu permainan tradisional yang selalu kami mainkan, yakni lokop ane atau wetawo ane.
Lokop merupakan nama tumbuhan liar sejenis bambu yang biasa tumbuh di tanah yang lembab. Namun bedanya dengan tanaman bambu, lokop tidak bercabang banyak. Sedangkan ane berarti bunyi. Bunyi dapat dihasilkan dari potongan satu ruas lokop. Uniknya ketika ditiup dapat menghasilkan nada dasar dalam solmisasi yaitu: do, mi, sol, la, do, la, dan re.
Lokop ane merupakan sebuah permainan dan menjadi hiburan bagi anak – anak dan remaja Suku Hubula di Lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya. Bagi masyarakat Lapago, lokop merupakan instrumen musik tradisional.
Lokop ane dimainkan dengan cara ditiup. Permainan bunyi dari satu ruas lokop menghasilkan bunyi yang sangat merdu, irama musik tradisional yang sangat khas.
Instrumen musik lokop ane dimainkan oleh anak – anak hingga pemuda desa. Alat musik ini biasa kami mainkan dalam perjalanan pergi ke kebun, saat pergi ke hutan mencari kayu bakar, saat suasana santai, bahkan di tempat – tempat yang menjadi titik kumpulnya anak muda Suku Hubula, Wamena.
Lokop ane tidak bisa dimainkan sendiri melainkan dimainkan bersama dalam satu grup yang terdiri dari 6 – 9 orang, bahkan bisa lebih dari itu sebagai simbol kebersamaan dan menghibur satu sama lain.
Alat musik lokop ane sebenarnya sudah dikenal oleh Suku Hubula Wamena sejak lama, namun seingat saya sejak tahun 2000-an alat musik tradisional ini tak banyak lagi yang memainkannya hingga saat ini.


Dulu, memainkan lokop ane bersama teman – teman saat pergi ke kebun, ke hutan dan dihalaman Osilimo atau rumah menghiasi indahnya masa kecilku. Kini, permainan ini jarang dimainkan oleh anak – anak maupun pemuda.
Harapan saya sebagai anak Lembah Baliem, Suku Hubula Wamena, alat musik tradisional lokop ane ini perlu dilestarikan. Makna atau manfaat dari bermain alat musik lokop ane ini adalah menciptakan sebuah persatuan dan menjadi hiburan bersama.
Sebenarnya ruang presentasi, pameran atau pertunjukan dari lokop ane tersebut sudah ada, yakni Festival Lembah Baliem yang diselenggarakan setiap tahunnya atau pagelaran – pagelaran seni budaya lainnya yang sering digelar oleh orang Hubula Wamena. Saya berharap Pemda melihat potensi ini dengan jeli, sehingga bisa diangkat kembali ke ruang publik. Dengan demikian alat musik ini bisa dikenal oleh khalayak luar, karena musik lokop ane ini ialah kekayaan budaya Suku Hubula yang sudah seharusnya dilestarikan. (Miki Wuka)
Keterangan: Osilimo* ialah rumah tradisional Suku Hubula, yang terdiri dari honai laki – laki (Honai), honai perempuan (ewe uma) dan dapur. Seluruh bagian rumah dikelilingi oleh pagar.
Kategori:My Story