Culture

Warga Kampung Testega Pegunungan Arfak Tak Kenal Miras, Rokok dan Pinang

Jika warga melanggar aturan kedapatan konsumsi miras, merokok atau mengunyah pinang maka dikenakan sangsi sosial

Kampung Testega, Distrik Anggi, Kabupaten Pegunungan Arfak, Papua Barat

Berada jauh dari hiruk pikuk kota besar dan letaknya berada di ketinggian Pegunungan Arfak, nama Kampung Testega, Distrik Anggi, Kabupaten Pegunungan Arfak mungkin belum cukup familiar bagi kita.

Kabupaten Pegunungan Arfak berjarak tempuh sekitar 3-4 jam perjalanan dari Kota Manokwari Papua Barat menggunakan kendaraan roda empat dobel gardan. 

Kampung Testega, Distrik Anggi hanya berjarak tempuh sekitar 20 – 30 menit perjalanan dari pusat kota/ pusat pemerintahan Kabupaten Arfak ke arah Danau Anggi. 

Kampung ini menjadi perlintasan bagi warga yang melakukan perjalanan ke distrik yang bernama sama dengan kampung ini,  yakni Distrik Testega, Distrik Sururey dan beberapa distrik lain disekitar Danau Anggi Giji dan Danau Anggi Gida. Kampung Testega juga menjadi perlintasan bagi warga yang hendak menuju Kabupaten Tambrauw.

Kampung Testega, Distrik Anggi, Kabupaten Pegunungan Arfak dengan background Danau Anggi Giji

Suasana Kampung Testega terbilang cukup tenang. Pemukiman warga dibangun ditepian Danau Anggi Giji. Puluhan rumah warga terlihat asri dengan tanaman bunga dan kebun sayur mayur disekelilingnya.

Mayoritas warga kampung ini bekerja sebagai petani sayuran. Pegunungan Arfak dengan udara yang sejuk bahkan terbilang dingin, cocok untuk berkebun sayuran, yakni wortel, kentang, daun bawang, dan kol. Selain itu, daerah ini juga dikenal sebagai penghasil  buah strawberry.

Sisi lain yang menarik dari kampung ini ialah warganya yang ramah dan cukup terbuka dengan warga dari luar kampung. Meski demikian, warga di kampung ini sangat menjaga tatanan adat istiadat.

Salah satunya ialah warga kampung tidak mengkonsumsi minuman keras, rokok dan pinang. Bahkan mereka memberikan sangsi sosial bagi warga yang mengkonsumsi tiga hal tersebut, dan menganggap si pelanggar aturan sebagai suanggi.

“Di kampung ini kami menjaga adat istiadat, kami punya orang tua bilang jangan merokok nanti bisa mendatangkan efek tidak baik di kitong pu tempat,” tutur seorang pria paruh baya.

Selain itu ia juga mengatakan warga kampung juga dilarang membawa obat terlarang bahkan rokok dan pinang juga dilarang dikonsumsi.

“Persatuan dan kesatuan di kampung harus dijaga, jangan membawa obat terlarang di kampung karena efeknya tidak baik,” imbuhnya.

Salah seorang pemuda kampung tersebut, Hermanus Saiba dengan bangga mengatakan karena warga khususnya kaum pria tidak konsumsi minuman keras, rokok atau pinang jadi uang untuk keluarga bisa tersimpan dengan baik.

“Mama – Mama di kampung ini bisa menyimpan uang dengan baik dari hasil berjualan sayuran, sehingga beberapa diantaranya bisa mengirim anaknya sekolah keluar daerah,” tuturnya.

Rohaniwan yang melayani masyarakat Testega, Pdt. Simeon Towansiba, Gembala Jemaat Bethel Testega Bamah membenarkan tradisi masyarakat yang hidup tanpa minuman keras, rokok dan pinang. 

Menurutnya hal-hal baik yang telah dijalankan sebagai tradisi oleh warga diperkuat oleh nilai – nilai moral yang ditanamkan oleh gereja.

“Di Sekolah Minggu, guru – guru pengasuh juga menggembleng dengan Firman Tuhan. Anak – anak tidak boleh miras, alkohol maupun merokok karena dapat merusak kesehatan dan mendatangkan efek yang tidak baik,” terangnya.

Dari penuturan warga setempat, jika warga kampung kedapatan melanggar aturan akan mendapatkan sangsi sosial yang cukup berat, yakni dicap sebagai suanggi hingga dijauhi oleh warga. 

Kategori:Culture

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.