Tanah Ibu Kami bukan film dokumenter biasa, ini adalah sebuah potret perjuangan kaum perempuan.

Film karya jurnalis Febriana Firdaus membawa kita pada sebuah realita bahwa perempuan bisa berada di garda terdepan memimpin gerakan sosial perlawanan untuk mempertahankan tanah dan kelestarian lingkungan hidup.
Ada beberapa tokoh dari 4 daerah berbeda yang di wawancara, yakni kaum perempuan di Pegunungan Kendeng (Jawa Tengah), Pegunungan Timor (NTT), Luwuk Banggai (Sulawesi Selatan) dan Taman Nasional Leuser Banda Aceh.
Yu Sukinah bersama 8 orang perempuan lainnya, dijuluki sebagai Kartini Kendeng melakukan perlawanan terhadap upaya pembangunan pabrik semen. Sebagai bentuk protes 9 Kartini Kendeng menyemen kaki mereka dan demo di depan Istana Negara.
Mama Loedia Oematan dan Aleta Baun di Pegunungan Timor NTT dengan gerakan menenun bersama perempuan – perempuan di desanya di lokasi yang hendak dijadikan area penambangan.
Eva Bande di Banggai Sulawesi Selatan dikenal sebagai pejuang agraria. Ia mengorganisir petani lokal untuk melawan masuknya investasi kelapa sawit di daerahnya.
Farwiza aktivis yang melawan pengrusakan lingkungan di Taman Nasional Leuser Aceh. Ia mengkampenyekan isu lingkungan dengan menggandeng media dan melakukan advokasi melalui jalur hukum.
Petikan wawancara dengan tokoh – tokoh dalam film ini memiliki sebuah kesamaan yakni seringkali perjuangan yang mereka lakukan bukanlah hal yang mudah, karena tak jarang mendapatkan kekerasan dan harus berhadapan dengan aparat keamanan, penegak hukum bahkan preman bayaran.
Dan, setelah puncak aksi mereka yang menuai sorotan perjuangan mereka belumlah usai. Bagaimana figur perempuan biasa menjelma menjadi pemimpin yang berada digaris terdepan sebuah gerakan sosial, terjawab dalam film ini.
Selain pesan lingkungan yang disuarakan dengan lantang, film Tanah Ibu Kami menjadi kajian tentang gerakan ekofeminisme di Indonesia. Film Tanah Ibu Kami berdurasi 55 menit diproduksi oleh The Gecko Project dan Mongabay kini dapat diakses melalui channel youtube Gecko Project.
Penulis: Yulika Anastasia/ Founder Imaji Papua



Kategori:Ruang Film Imaji