Festival Ulat Sagu Kampung Yoboi, Sentani, Kabupaten Jayapura, untuk pertama kalinya digelar 26 – 28 November 2020. Festival ini sangat unik, karena menawarkan kuliner ulat sagu sebagai inti dari kegiatan ini.

Kampung Yoboi yang terletak di tengah Danau Sentani, Kabupaten Jayapura mendadak ramai dikunjungi. Promosi Festival Ulat Sagu rupanya cukup membuat penasaran dan alhasil menarik minat pengunjung termasuk saya dan rekan – rekan.
Hari pertama festival kami beramai – ramai mengunjungi Kampung Yoboi. Untuk sampai kesana, kami harus menyebrang menggunakan speedboat dari dermaga Yahim. Ramainya pengunjung jadi tidak diperlukan waktu yang lama menunggu angkutan, dan motoris pun segera mengantarkan kami ke Kampung Yoboi dengan biaya 10rb rupiah per penumpang.
Jarak tempuhnya pun tak memerlukan waktu yang lama, hanya sekitar 10 menit perjalanan untuk tiba di kampung. Dari kejauhan suasana Kampung Yoboi terlihat semarak, speedboat yang kami tumpangi pun berpapasan dengan speedboat lain berbendera festival ulat sagu. Rupanya lalu lintas dari dan menuju Kampung Yoboi cukup ramai dengan aktivitas antar jemput penumpang.
Akhirnya kami pun merapat ke dermaga kampung. Umbul – umbul dan spanduk festival semakin menyemarakkan suasana.

Kampung Yoboi adalah kampung yang berada di atas perairan danau. Pemukiman warga semuanya berbentuk rumah panggung dan antar rumah dihubungkan dengan jalan setapak berupa kayu papan. Beberapa tahun lalu Kampung Yoboi sempat dikenal dengan taman gizi terapung-nya, yakni sepetak taman yang dibangun diatas air, terletak disamping rumah atau diteras rumah untuk ditanami sayur-sayuran dan tanaman apotek hidup lainnya. Kini Yoboi menampilkan hal yang baru dalam pagelaran Festival Ulat Sagu.
Festival ini cukup meriah. Di sepanjang jalan kampung, di hampir setiap teras rumah warga menawarkan kuliner tradisional, yakni sate ulat, sagu bakar, sagu pisang, papeda bungkus, ikan dan berbagai produk rumahan Sentani lainnya. Selain kuliner berbagai aksesoris dan kerajinan tangan pun ditawarkan dalam festival ini.
Harganya pun terjangkau, sate ulat sagu dijual 10rb rupiah per tusuknya dan aneka kuliner lainnya dengan rate harga 10 rb – 50rb rupiah. Sambil menikmati suasana perkampungan, kami pun berburu kuliner.
Inti dari festival ini ialah ulat sagu, jadi rugi sekali rasanya jika tidak icip – icip kuliner ulat sagu. Dan, saya pun memilih sate ulat sagu. Selain itu papeda bungkus dan sagu pisang bakar tentu tak boleh dilewatkan.
Bersama dengan rekan – rekan kami pun memilih kuliner kesukaan masing – masing. Kemudian makan bersama di Obhee (pendopo) yang ada di tengah kampung. Serunya makan bersama di Obhee; kami duduk melingkar makanan di taruh di tengah dan semua boleh icip – icip dan berbagi makanan yang ada.
Kuliner Unik Es Krim Ulat Sagu dan Papeda Instan Home Made

Diantara kuliner yang ditawarkan ada dua kuliner yang menarik antusiasme kami, yakni produk home made karya Mama Magdalena Toto.
Dilapaknya ia menawarkan es krim ulat sagu dan papeda instan. Es krim ulat sagu seharga 10rb rupiah per-cup nya dibuat dari bahan sagu dicampur dengan ulat sagu. Rasa es krim ini enak dingin menyegarkan dengan rasa manis yang cukup dan tekstur ulat sagu yang sudah dihaluskan tercampur merata dalam adonan es. Dinginnya es krim memberikan kesegaran dan mengusir penat di siang yang terik.
Selain es krim papeda instan juga bisa didapatkan pengunjung dengan harga 30rb rupiah percupnya. Dalam satu cup berisi tepung sagu dan ikan goreng sambal, cocok sebagai oleh – oleh untuk dibawa pulang ke rumah. ***
Kategori:Kuliner