Nuansa Natal berasa lebih berkesan dalam balutan tradisi khas Pegunungan Papua
Perayaan Natal identik dengan pohon natal berikut berbagai aksesoris yang melekat dengan warna merah, hijau, silver dan keemasan. Di Papua nuansa natal berasa lebih meriah dengan kehadiran pondok – pondok natal, merdunya kidung puji – pujian di berbagai sudut kota dan Santa Claus yang berkeliling kota.
Nuansa yang berbeda, saya dapatkan di kota Dekai, Kabupaten Yahukimo. Ketika mengunjungi Dekai pada musim natal tahun ini.
Natal di kota ini terasa lebih hening, jauh dari hingar bingar keramaian kota. Di beberapa ruas jalan, terasa lebih lengang. Mungkin karena sebagian warga keluar kota atau mudik.
Pagi itu, Selasa 24 Desember 2019, atas undangan Bapak Nico Bayage, saya mengikuti prosesi perayaan natal jemaat Imanuel, Klasis Suru Suru, Gereja Kingmi, Dekai.

Sejak pagi warga jemaat berdatangan ke gereja, mempersiapkan pesta bakar batu. Sumbangan berupa 7 ekor babi dari beberapa orang warga jemaat telah terkumpul. Jemaat yang lain membawa sayur mayur dan umbi – umbian. Ada pula yang datang menyumbangkan tenaga atau menghibur sesama jemaat dengan nyanyian dan tarian. Sedikitnya ada 50-an orang yang datang ke halaman gereja pagi itu untuk mempersiapkan pesta bakar batu.
Dalam suasana gotong-royong mereka berbagi tugas; kaum bapak bertugas memotong daging wam (daging babi), menggali lobang di tanah berdiameter 1 – 2 meter (kolam), menyiapkan batu dan kayu bakar. Kaum ibu membersihkan sayuran dan umbi – umbian, sementara para pemuda gereja mencari daun pisang dan ilalang untuk alas.
Setelah kolam siap, batu yang panas membara, ilalang, umbi – umbian, daging, dan sayuran disusun sedemikan rupa sehingga panas yang berasal dari batu membuat bahan makanan menjadi masak.
Sementara sebagian umat mempersiapkan bakar batu, warga jemaat mulai berdatangan ke gereja untuk mengikuti ibadah. Ibadah yang berlangsung pada jam 1 siang tersebut berjalan dengan khidmat.

Lantunan lagu natal dan doa dikumandangkan sebagai ungkapan syukur melalui pujian atas hari kelahiran Yesus Sang Juruselamat umat manusia. Ibadah berasa lebih istimewa saat moment berbagi kasih. Kado natal diberikan oleh umat kepada hamba – hamba Tuhan yang selama ini setia melayani jemaat disana.

Seusai ibadah, warga jemaat pun berkumpul bersama sebagai satu keluarga besar menikmati hidangan yang telah diolah dengan cara bakar batu. Banyaknya jemaat yang hadir membuat ruang makan tidak mampu menampung jemaat, sehingga sebagian besar jemaat duduk melingkar di halaman gereja.
Sembari berbincang dengan penuh keakraban, kami menikmati hidangan bakar batu. Sesekali terdengar suara tawa dan ucapan salam natal dari sesama warga jemaat.
Inilah suasana natal di Dekai, indah dalam balutan tradisi.
Penulis: Yulika Anastasia



Kategori:Citizen