My Story

Cerita dari Sungai Brazza

Sungai Brazza merupakan sungai yang melintasi Yahukimo, mengalir ke selatan menuju hutan hujan dataran rendah di Kabupaten Asmat. Sungai ini bertemu dengan sungai Einlanden mengalir ke tenggara menuju laut Arafura.

Nama “Brazza”, terambil dari suku Brazza, sub suku Asmat, yang bermukim di tepi sungai ini. Sungai ini sangat lebar, sementara panjangnya mencapai 50-an kilometer.

Bagi warga Dekai, Kabupaten Yahukimo, sungai Brazza menjadi indikator alam. Pasang surutnya air sungai ini mempengaruhi secara langsung harga BBM di Kota Dekai. Jika air sungai sedang surut, kapal pengangkut BBM tidak bisa masuk dan bersandar di dermaga Logpon, sehingga bisa berdampak pada kelangkaan bbm di pasaran dan secara otomatis menyebabkan kenaikan harga.

Saya pernah mengalami saat bbm di Dekai sedang langka, harganya mencapai 50rb – 100rb per liternya. Harga ini kembali normal saat air sungai sedang pasar dan bbm pun bisa di pasok ke dalam kota Dekai.

Speed melaju di tengah derasnya air sungai Brazza

Pada pertengahan Agustus yang lalu, saya berkesempatan untuk merasakan perjalanan menggunakan transportasi sungai. Perjalanan dimulai dari dermaga Logpon, Dekai, menuju kampung Pepera, distrik Kolf Braza, Kabupaten Asmat menggunakan speedboat dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam perjalanan.

Tak ada sesuatu yang benar – benar istimewa dari medan yang dilalui. Hanya yang cukup mengejutkan, lalu lintas di tengah belantara ini cukup ramai dilintasi oleh speedboat, perahu tradisional maupun kapal kayu.

Untuk sekali perjalanan membutuhkan biaya yang lumayan, karena harga sewa speedboat yang kami tumpangi di kisaran 10jt – 15jt rupiah sesuai kesepakatan dengan pemilik.

Sungai Brazza yang lebar dengan warna coklat keruh membagi 2 wilayah kabupaten. Satu sisi termasuk wilayah Kabupaten Yahukimo sementara sisi seberang sungai menjadi wilayah Kabupaten Asmat.

Berfoto bersama warga Kampung Pepera

Di sepanjang sungai Brazza ini terdapat pemukiman penduduk di beberapa titik. Rumah – rumah panggung sederhana dibangun di bantaran sungai. Secara kasat mata terlihat, belum ada fasilitas listrik yang mengaliri rumah – rumah penduduk. Penerangan yang ada bersumber dari solar cell yang terpasang.

Sinyal telpon dan sinyal internet sama sekali blank. Untuk keperluan komunikasi di tempat ini, menggunakan radio panggil SSB, karena kebetulan saya pergi bersama rombongan yang terbagi dalam beberapa speedboat. Speedboat yang kami tumpangi berkapasitas 3 – 4 penumpang ditambah dengan motoris.

Sepanjang perjalanan suasananya cukup menyenangkan melewati hutan hujan tropis yang bila dilihat dari udara bagaikan bentangan permadani hijau nan indah.

Di beberapa titik saya melihat buaya sungai yang sedang beristirahat di bantaran kali, ya…sungai ini memang menjadi habitat hidup buaya. Ketika suara motor perahu mendekat buaya pun langsung masuk ke dalam sungai.

Kampung Pepera dan Segitiga Emas di tengah belantara

Setelah hampir 3 jam perjalanan, kami pun tiba di kampung Pepera. Kampung Pepera, Distrik Kolf Kabupaten Asmat, adalah titik yang sangat strategis, tepat berada di tengah segitiga emas  yakni Agats, Dekai, Timika yang terhubung melalui sungai.

Kapal penumpang maupun kapal barang yang berasal dari pelabuhan Pomako Timika, pelabuhan Agats maupun dermaga Logpon Dekai akan melewati kampung ini. Tempat ini juga menjadi persinggahan kapal – kapal kayu tersebut.

Di sepanjang jalur ini, biasanya para nahkoda akan beristirahat ketika matahari sudah terbenam dan melanjutkan perjalanan keesokan harinya.

Berada jauh di pedalaman, kampung Pepera jauh dari fasilitas umum. Tanpa listrik, penerangan yang ada hanya mengandalkan genset sementara untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga sangat mengandalkan hujan yang turun kemudian ditampung dalam ember – ember.

Warga Pepera menunggu rombongan di bantaran sungai

Yang menarik ketika rombongan kami menepi, masyarakat kampung yang berada di bantaran sungai pun mulai keluar dari rumah masing – masing dan berkumpul di tepian sungai. Dari gesturnya, mungkin mereka ingin tahu maksut dan tujuan kedatangan rombongan ini, namun ada pula yang menyambut ketika kapal mulai menepi.

Yeah, saat itu saya datang bersama rombongan Dinas Perhubungan Kabupaten Yahukimo dan tamu mereka, tim Pertamina pusat yang melakukan survey pembangunan jokber untuk distribusi bbm.

Berbicara tentang harga bbm di tempat ini, warga cukup mengeluhkan tentang harga terlebih lagi ketika pasokan terlambat. Dan, mereka sangat menyambut baik jika pemerintah membangun jober bbm sehingga masyarakat bisa mendapatkan bbm bersubsidi.

Kampung Pepera di tengah rimba Papua berada di lokasi yang strategis. Para pendulang emas maupun pecinta wisata petualang yang melakukan perjalanan ke Koroway akan singgah di kampung ini untuk sejenak beristirahat.

Tepat di tepiannya ada kios – kios milik warga yang menyediakan kebutuhan sehari – hari sekaligus tempat untuk transit sejenak. Dan, kami pun beristirahat sejenak disana sambil berbincang dengan pemilik kios sebelum kembali ke Dekai.

Anak – anak sedang memperhatikan kapal yang sedang bersandar di bantaran sungai Brazza

Kategori:My Story

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.