Film Dokumenter berjudul Sexy Killers belakangan ini hangat diperbincangkan oleh media. Dalam waktu 5 hari sejak dirilis, film dokumenter produksi Watchdoc ini telah lebih 15 juta kali ditonton di youtube channel.
Mengapa film ini menjadi sangat menarik dan mendapatkan banyak penonton. Menurut saya karena 2 hal; (1) film dokumenter ini dirilis pada waktu yang tepat, yakni saat sedang hot-hotnya penyelenggaraan pemilihan umum serentak, pilpres dan pileg, yang notabene adalah pemilihan para pemimpin di negeri ini. (2) membuka perspektif baru bagi penonton, sebuah realitas yang nyaris tak terlihat di seputar isu lingkungan vs pembangunan yang sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh pemerintah.
Sexy Killers berkisah tentang apa sih?
Film dengan genre dokumenter berdurasi 1,5 jam ini mengangkat isu tentang lingkungan, sebuah laporan investigasi jurnalistik yang di sajikan dengan sangat apik.
Batubara sebagai main obyek dalam film di ulas dengan mendalam rantai bisnis dari hulu hingga ke hilir; penambangan, pengerukan, distribusi hingga pasokan ke PLTU.
Sexy Killers mengangkat sisi lain penambangan batubara di Kalimantan yang nyaris tak terlihat, yakni kerugian lingkungan dan sosial bagi warga yang berada di sekitar area penambangan dan area PLTU.
Dan, bagian yang paling menarik dari film ini ialah menyingkap dengan gamblang rantai bisnis penambangan batubara. Secara vulgar, film ini berani menyebut nama – nama petinggi negeri ini yang berada dalam lingkaran penguasa – pengusaha.
Tak bisa dipungkiri, listrik telah menjadi kebutuhan utama bagi dunia modern saat ini. Namun, ada harga yang harus dibayar atas nama pembangunan.
Film ini menjadi sangat sexy ketika dirilis bertepatan dengan berlangsungnya pesta demokrasi, dan bisa menjadi ‘killer’ (baca: kritik yang sangat pedas) kepada para pemimpin negeri ini yang notabene adalah pengambil kebijakan atas nama pembangunan.
Menurut saya, film dokumenter berjudul “Sexy Killers” ini telah menjadi media advokasi yang sangat baik bagi aktivis sosial dan penggiat lingkungan agar pesan sampai kepada penontonnya.
Penulis: Yulika Anastasia