Pulau Metu Debi di tengah Teluk Yotefa, saksi sejarah peradaban baru di Tanah Tabi
Metu Debi, nama tempat ini tak asing bagi warga Kota Jayapura dan sekitarnya. Sebuah pulau bersejarah bagi warga asli yang bermukim di Numbay (Jayapura-red).

Setiap menyebrangi teluk Yotefa menuju kampung Enggros, kita pasti akan melihat tugu besar yang kokoh menjulang dengan salib dibagian atasnya.
Itulah tugu Pekabaran Injil yang dibangun di Pulau Metu Debi. Tugu ini dibangun sebagai prasasti untuk mengenangkan sebuah peradaban baru yang masuk melalui teluk ini. Pada 7 Maret 1910 Injil pertama kali masuk ke Tanah Tabi, dibawa oleh Pdt. FDS Van Hassel, seorang misionaris (zending) yang berasal dari Jerman.
Kedatangan Pdt Van Hassel diterima dengan baik oleh Ondoafi Besar Tobati-Enggros. Sejak itulah masyarakat asli yang bermukim di Teluk Yotefa mengalami transformasi hidup. Dari tempat ini Injil kemudian menyebar ke berbagai penjuru di Tanah Tabi.
Hingga saat ini, hari dimana Injil pertama kali masuk, yakni setiap tanggal 7 Maret selalu diperingati sebagai Hari Masuknya Injil di Tanah Tabi, dan diperingati pula sebagai Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Jayapura.

Pulau Metu Debi dengan Tugu Pekabaran Injil-nya saat ini menjadi salah satu ikon wisata religi di Kota Jayapura.
Jika Anda ingin berkunjung ke tempat ini, tidaklah sulit. Teluk Yotefa adalah sebuah teluk yang traffic-nya terbilang ramai. Hampir setiap hari, jalur Enggros – Tobati dikunjungi oleh tamu dari luar daerah, sehingga tidak sulit untuk mencapai wilayah ini. Anda cukup menyebrang dari dermaga Pantai Bebek, di kawasan Pantai Hamadi. Dibutuhkan sekitar 7-10 menit saja untuk mencapai pulau Metu Debi.

Uniknya Lapangan Timbul Tenggelam
Tak jauh dari Metu Debi, ada sebuah area yang dijuluki lapangan timbul tenggelam. Dikatakan demikian karena area ini tertutupi oleh air saat pasang, dan muncul kembali pada saat surut (meti). Bahkan, pada saat meti besar, kita bisa berjalan – jalan hingga ke tengah.
Setiap sore, kompleks Tugu Pekabaran Injil hampir selalu ramai oleh anak – anak muda; ada yang bermain bola dan ada pula anak – anak yang bermain dilapangan timbul tenggelam saat surut tiba.
Cukup menyenangkan melihat anak – anak bermain di sore hari, sembari menikmati pemandangan yang indah dan semilir angin yang berhembus. Tak rugi rasanya berkunjung ke tempat ini, sekedar untuk melepas penat dari aktivitas sehari – hari.
Baca juga:
- Layar Tancap Akar Rumput Putar Film Karya Komunitas di Papua
- Layar Tancap Akar Rumput Bakal Menghadirkan Demianus Wasage dan Lamek Dowansiba
- Film Dokumenter Cenderamati Bakal Premiere di Layar Tancap Akar Rumput
- Layar Tancap Akar Rumput Siap Putar 8 Film Karya Komunitas di Jayapura
- Asal Usul Sentani
Kategori:Jayapura City, Story