My Story

Kota Dekai, Mutiara Tersembunyi di Lembah Yahukimo

Dekai adalah nama salah satu distrik di Kabupaten Yahukimo yang menjadi pusat pemerintahan. Ibu kota kabupaten Yahukimo, sejatinya adalah Sumohai, namun karena kondisi geografis untuk sementara pemerintahan di pusatkan di Dekai.

Kota Dekai berada di lembah dikelilingi barisan pegunungan. Untuk menuju Dekai, diperlukan waktu 50 menit penerbangan dari Bandara Sentani, Jayapura. Saat ini pesawat penumpang jenis ATR – lah yang mendarat di Bandara Nop Goliat.

Tugu di tengah kota Dekai

Dekai adalah kota kecil yang tidak terlalu ramai penduduknya. Jalan raya cukup lebar dan lengang. Cukup asik berjalan – jalan di Kota Dekai, karena tanpa kemacetan. Hanya saja di kota ini belum ada angkutan umum berplat kuning. Transportasi umum yang ada untuk sementara ini hanyalah ojek. Jika Anda ingin berkeliling kota menggunakan kendaraan roda empat, tersedia jasa rental mobil, namun harga sewanya cukup mahal.

Ketika saya pertama kali mengunjungi Dekai pada pertengahan 2018 yang lalu, saya cukup shock dengan harga BBM yang mencapai 50rb rupiah perliternya. Alamakkkk….mahal banget….ucapku spontan ketika hendak mengisi BBM untuk mobil sewaan kami. Katanya di Papua BBM sudah satu harga!

Kata sopir kami, harga BBM yang sudah sama dengan harga BBM di Jawa hanya berlaku di SPBU. Kalau di tingkat pengecer, harga BBM bisa melonjak bahkan hingga 100rb rupiah per liternya kalau kondisi Sungai Brasa lagi kering! Duh!!

Sungai Brasa adalah sungai besar yang melintasi Kota Dekai. Melalui sungai ini BBM diangkut menggunakan kapal dan disuplai untuk memenuhi kebutuhan warga Kabupaten Yahukimo. Jika air sungai ini sedang surut, kapal pengangkut BBM tidak bisa masuk dan secara otomotasis menaikkan harga BBM di tingkat pengecer, terlebih bila SPBU sudah kehabisan stock BBM.

Sungai Brasa yang melintasi Kabupaten Yahukimo

Dekai, kota kecil yang menawan di wilayah Pegunungan Papua. Secara geografis, letaknya berada di lembah. Moda transportasi untuk menuju kota ini, yakni terhubung melalui jalur udara dengan beberapa kota lainnya di Papua (Sentani, Wamena, Agats, dll) dan jalur transportasi sungai dengan pelabuhan Pomako, Timika.

Dengan potensi yang dimilikinya, bukan hal yang tak mungkin Dekai akan berkembang menjadi pemasok berbagai kebutuhan pokok untuk wilayah – wilayah di sekitarnya.

Saya mendengar beberapa cerita yang menarik tentang Dekai. Para wisatawan mancanegara yang hendak berpetualang di Koroway, mereka akan singgah di Dekai sebelum melanjutkan perjalanan. Dekai, juga menjadi pintu masuk bagi para penambang emas tradisional (ilegal) yang hendak mengeksplorasi emas Yahukimo. Namun kini, penambangan emas ilegal ini mendapat pengawasan ketat dari aparat.

Dermaga Logpon di tepi Kali Brasa, Kabupaten Yahukimo. Di dermaga ini kapal pengangkut BBM biasa bersandar. BBM di suplai untuk memenuhi kebutuhan warga Yahukimo

Selama berkeliling di Dekai, ada banyak hal menarik yang saya jumpai. Fasilitas kota tersedia cukup lengkap meski sederhana. Setidaknya saya tidak kesulitan untuk mendapatkan penginapan dan warung makan. Harga makanan sedikit lebih mahal dibandingkan dengan Kota Jayapura, namun masih terjangkau.

Oh ya, terkait dengan harga saya punya pengalaman yang sangat menarik. Waktu itu saya belanja di warung yang berada di sebrang Hotel Yahukimo tempat saya menginap. Total belanjaan sebenarnya tidak banyak hanya 10rb rupiah saja. Kebetulan saya mempunyai uang pecahan kertas senilai dua ribu rupiah sebanyak lima lembar. Namun ketika saya membayar dengan uang tersebut, si penjual menolak alias tidak menerima uang tersebut. Dia mengatakan ‘uang tersebut tidak berlaku di tempat ini.’ Ia hanya mau menerima uang pecahan kertas paling kecil senilai lima ribu rupiah.

Upss…!! saya tak habis pikir dan akhirnya mengalah, membayar seperti apa yang ia inginkan. Nah!! Ini PR besar bagi Pemkab Yahukimo dan Bank Indonesia!! Sebenarnya sih, nggak benar – benar terkejut, beberapa daerah di pedalaman Papua memang masih perlu disosialisasikan terkait ‘uang kecil’ atau ‘uang koin’ yang acapkali ‘tidak berlaku’ alias ‘tidak dikenal’ di tempat tersebut.

Nah!! itulah sepenggal kisah dari Kota Dekai, Kabupaten Yahukimo, yang belum lama ini saya kunjungi. Salam traveller!!




Kategori:My Story, Story

4 replies »

  1. Wah, keren banget ceritanya. Memang susah ya, kalau bicara soal pemerataan di Indonesia. Dari kondisi geografisnya saja, tantangannya sudah berat. Memang banyak PR pemerintah kita ya.

    Suka

  2. btl bro saya dri bppn pernah kesana buat rintis resto desky skrng dah balik enak ko disana cm apa apa mahal

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.